Jumat, 04 Januari 2019

PMI Manufaktur Jepang Naik Lewati Ekspektasi

Aktivitas manufaktur Jepang tumbuh lebih baik dari ekspektasi selama bulan Desember, karena dipicu oleh output yang meningkat dengan laju tercepat dalam delapan bulan terakhir. Laporan data manufaktur tersebut menjadi sebuah tanda bahwa ekonomi Jepang mengakhiri tahun 2018 dengan pijakan yang kuat. PMI Manufaktur Jepang Desember Naik Indeks PMI Manufaktur Jepang yang dirilis oleh Markit naik menjadi 52.6 pada bulan Desember, lebih baik dibandingkan ekspektasi di 52.4, dan rilis bulan November yang hanya sebesar 52.2. Hal tersebut menandai aktivitas sektor manufaktur Jepang tetap di jalur ekspansi selama 28 bulan berturut-turut. Apiknya data PMI Manufaktur Negeri Matahari Terbit bulan lalu sebagian besar disumbang oleh indeks output yang melonjak dari 52.4 menjadi 54.0 di bulan Desember. Di sisi lain, indeks ekspor masih terkontraksi di kisaran 49.1. Sektor ekspor Jepang saat ini menghadapi hambatan di tengah penurunan permintaan dari luar negeri, terimbas oleh gesekan perang dagang AS-China. "Laporan akhir PMI Manufaktur Jepang mencerminkan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan GDP kuartal keempat. Kendati demikian, data survei ini mengindikasikan (bahwa sebaiknya kita tetap) berhati-hati (dalam memperkirakan) prospek pertumbuhan," kata Joe Hayes, ekonom di IHS Markit. Yen Tetap Berada Di Level Tinggi Mata uang safe haven Yen tetap berada di level tinggi terhadap Dolar AS di awal sesi Asia hari Jumat (4/1). Sentimen pasar masih didominasi oleh kekhawatiran atas perlambatan ekonomi global, yang membuat aset safe haven seperti Yen dan Emas terus menguat. Aktivitas manufaktur AS yang melambat masih menekan pergerakan Dolar AS. Selain itu, bukti baru yang menunjukkan perlambatan konsumsi domestik China, memaksa raksasa teknologi Apple untuk memangkas Forecast pendapatan. Berita ini membuat USD/JPY anjlok di awal sesi perdagangan hari Rabu (3/1) hingga ke kisaran 104.69. Saat berita ini di-update pada pukul 10:38 WIB, USD/JPY sudah terkoreksi naik 0.65 persen ke area 108.374. Namun, pasangan mata uang tersebut belum pulih sepenuhnya dari penurunan tajam yang terbentuk di hari sebelumnya. Mencuatnya kekhawatiran investor akan absennya kenaikan suku bunga The Fed di tahun 2019, bahkan mungkin pemangkasan Rate pada 2020 mendatang, semakin melengkapi sentimen negatif untuk Dolar AS. "Di tengah outlook suram perekonomian global seperti sekarang ini, Yen menjadi mata uang yang paling diuntungkan," kata Ray Attrill, kepala strategi mata uang di NAB.

BoJ Diprediksi Pangkas Outlook Inflasi 2019

Menurut laporan yang ditulis Asia Nikkei, pemangkasan Outlook inflasi dilakukan sebagai refleksi atas merosotnya harga minyak, pemotongan biaya telepon seluler, dan ekspansi program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) gratis di Jepang. Bank sentral tersebut berkomitmen untuk mempertahankan kebijakan moneter longgarnya saat ini, tetapi mereka juga akan mempertimbangkan ketidakpastian ekonomi global dan pasar finansial dalam rapat dua hari, yang akan berakhir pada tanggal 23 Januari esok. Inflasi Kemungkinan Akan Jadi 1% Saja BoJ diprediksi akan menurunkan Forecast 2019 untuk pertumbuhan inflasi konsumen (CPI) menjadi 1 persen, lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi 1.4 persen pada bulan Oktober 2018 lalu. Para pembuat kebijakan juga memikirkan untuk merevisi turun Outlook CPI di tahun 2020, yang kemungkinan dipangkas menjadi 1.5 persen. Perombakan Outlook inflasi BoJ memang sangat mungkin dilakukan, mengingat proyeksi terakhir yang disusun oleh BoJ belum memasukkan pengaruh dari rencana kenaikan pajak konsumsi, yang akan diberlakukan pada Oktober 2019. Sementara itu, perubahan kebijakan fiskal untuk 2019 akan efektif per tanggal 1 April 2019. Tambahan Stimulus? Sejumlah anggota dewan BoJ mengindikasikan perlunya tambahan pelonggaran moneter di awal tahun ini, meskipun pasar finansial sedang berada dalam pusaran kencang. Pasalnya, efektivitas dari alasan-alasan pemangkasan inflasi tersebut diperkirakan hanya sementara saja, yakni sampai setelah 2020. BoJ khawatir, pemangkasan Outlook inflasi akan mengecilkan ekspektasi pihak yang mengharapkan kenaikan harga Sebagai informasi, preseden penambahan stimulus pernah terjadi pada tahun 2014, ketika harga minyak turun tajam. Saat itu, stimulus tambahan digelontorkan demi menanggulangi sentimen tersebut. Beban Bagi Yen Jika BoJ benar-benar menurunkan Outlook inflasinya dan menambah stimulus moneter, maka hal itu dapat menjadi faktor pemberat bagi bullish Yen. Padahal, di hari-hari pertama 2019 ini, Yen menguat pesat karena fungsinya sebagai safe haven, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas proyeksi perlambatan global dan kejatuhan pasar saham. Saat berita ini ditulis, Yen masih lebih unggul terhadap Dolar AS, dengan USD/JPY yang diperdagangkan di 107.507, turun 1.25 persen dalam time frame harian.

Kamis, 03 Januari 2019

Yen Menjadi Mata Uang Terkuat Di Awal Tahun 2019

Yen kembali menunjukkan fungsinya sebagai safe haven di awal tahun 2019 ini. Para investor yang memproyeksi perlambatan Fed Rate lebih memilih Yen sebagai antisipasi risiko. Yen menjadi mata uang mayor terkuat di sesi New York pertama awal tahun 2019 ini (02/Januari). Hal itu karena kewaspadaan para investor yang meningkat dalam menghadapi potensi perlambatan pertumbuhan global dan pasar ekuitas yang volatile.
Yen Mendominasi Pasar Forex Pasar forex masih cukup sepi hari ini, sehingga para trader memilih untuk menghindari mata uang minat risiko seperti Dolar Australia dan Euro. Kedua mata uang tersebut melemah terhadap Dolar AS. Sebaliknya, Yen justru naik ke level tinggi tujuh bulan karena fungsinya sebagai safe haven. Dalam empat hari terakhir, penguatan Yen terhadap Dolar AS mencapai 2.2 persen. Saat berita ini ditulis pada pukul 23:07 WIB, USD/JPY masih tertekan 0.36 persen ke 109.35, level terendah sejak tanggal 14 Desember. Mata uang-mata uang mayor lain yang berpasangan dengan Yen pun turut terpukul. AUD/JPY turun 1.09 persen ke 76.54, sedangkan EUR/JPY turun 1.31 persen ke level terendah sejak Juni 2017 di 124.14. Penurunan Euro terhadap Yen sangat mencolok, terlebih karena melemahnya data ekonomi penting Zona Euro akhir-akhir ini. Korelasi Yen Dan Dolar AS Telah Kembali "Jika Anda setuju dengan gagasan akan perlambatan momentum AS dan pemotongan suku bunga Federal Reserve, maka Yen adalah mata uang yang cocok untuk Anda," kata Kit Juckes, Chief FX Strategist dari Societe Generale. Ekspektasi pasar akan kenaikan suku bunga AS secara bertahap dalam beberapa pekan terakhir telah memudar. Kini, bank sentral AS malah diperkirakan tak akan menaikkan Rate sama sekali. Oleh sebab itu, para trader lebih memusatkan perhatian mereka terhadap risiko kerentanan Dolar AS. "Mata uang itu (Yen), yang dirasa murah oleh sebagian besar metrik, tak ikut terpengaruh oleh melemahnya Yuan, dan tidak tergantung pula pada ekonomi ataupun kejutan kebijakan di Jepang." tambah Juckes. Analis tersebut menyimpulkan bahwa korelasi antara Yen dan suku bunga AS sudah kembali, setelah jarang muncul sejak awal tahun 2018.

GBP/USD Turun Drastis Meski Manufaktur Inggris Menguat

PMI Manufaktur Inggris versi Market/CIPS naik ke level 54.2 pada bulan Desember 2018, melebihi ekspektasi kenaikan ke angka 52.5. Level tersebut juga lebih tinggi daripada perolehan di bulan November yang direvisi naik ke 53.6 dari 53.1, serta menjadi yang tertinggi sejak Juni 2018. Kontributor kenaikan yang terbesar adalah sektor Pesanan Baru (New Orders) yang mencapai level tinggi sepuluh bulan, dan stok barang-barang jadi yang meningkat ke kevel tertinggi kedua sepanjang sejarah. Hal ini terjadi sehubungan dengan persiapan yang sedang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Inggris untuk menghadapi Brexit resmi pada bulan Maret mendatang. GBP/USD Terus Menurun Meski demikian, Pound tetap melemah terhadap Dolar AS. Sebab, perkembangan isu Brexit saat ini cenderung lebih berpengaruh pada Poundsterling dibandingkan data ekonomi berdampak tinggi semacam PMI Manufaktur. PM Theresa May sedang dalam proses untuk menyelesaikan draft kesepakatan Brexit, sebelum dibawa ke Parlemen untuk di-voting. Ekspektasinya, voting parlemen dapat diselenggarakan di akhir bulan Januari 2019 ini. Namun, masih tingginya ketidakpastian membuat Pound sulit menguat. Saat berita ini di-update pada pukul 21:13 WIB, GBP/USD jatuh 1.03 persen ke 1.2612. Indeks PMI Manufaktur adalah indikator ekonomi yang dirilis oleh Markit. Data ini mencerminkan keyakinan para manajer bisnis di sektor manufaktur, sehingga berdampak di pasar saham dan pasar forex. Di Inggris, indeks ini dibuat berdasarkan hasil survei terhadap 600 purchasing manager, mengenai kondisi ekonomi dan bisnis saat ini. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran prospek perekonomian ke depan.

Emas Di Tahun 2019 Dibuka Dengan Kehebohan Sebagai Tanda Peringatan Berkedip Pada Pertumbuhan

(Bloomberg) – Reli akhir tahun Emas mendorong ke 2019. Emas naik untuk hari kelima berturut-turut karena ekuitas membukukan kerugian baru setelah tahun terburuk sejak krisis keuangan, dengan investor menimbang lebih banyak tanda-tanda pertumbuhan lebih lambat di seluruh Asia dan pemerintah AS Shutdown menyeret. Logam ini mencapai tertinggi enam bulan mendekati $ 1.300 per ounce, bahkan ketika beberapa indikator teknis harian menyoroti potensi pembalikan setelah kenaikan baru-baru ini.Kenaikan datang ketika angka baru menunjukkan China setelah menyusut, sementara pemimpin dunia global Singapura melaporkan lebih lambat dari yang diperkirakan Ekspansi. “Sebagian besar orang bergerak menuju aset safe-haven, seperti emas, karena volatilitas di pasar ekuitas,” kata Gnanasekar Thiagarajan, direktur Commtrendz Risk Management Services, melalui telepon. Penutupan AS “hanya akan menciptakan lebih banyak ketidakpastian,” Jadi itu akan mendukung, “katanya. Emas melonjak pada kuartal terakhir tahun 2018 karena investor memposisikan diri mereka untuk perlambatan global, dengan kenaikan suku bunga yang lebih sedikit dari Federal Reserve AS, dan karena aksi jual tajam dalam ekuitas global mendorong permintaan untuk havens. Dana yang diperdagangkan di bursa telah melonjak, kenaikan pada hari Rabu datang bahkan ketika Presiden Donald Trump mengisyaratkan kemungkinan untuk membuat kesepakatan untuk mengakhiri penutupan sebagian pemerintah AS. “Emas memegang ke posisi tertinggi enam bulan didukung oleh prospek kenaikan Fed lebih sedikit dan dolar yang lebih lembut, kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan ayunan liar di pasar saham,” tulis Jasper Lawler, kepala penelitian di London Capital Group, menulis dalam sebuah catatan. “Peningkatan jumlah data menunjukkan ekonomi China kehilangan tenaga.” Spot gold naik sebanyak 0,4 persen menjadi $ 1.287,45 per ounce, tertinggi sejak 15 Juni, dan diperdagangkan pada $ 1.285,96 pada pukul 7:03 pagi di London, menurut harga umum Bloomberg. Pada bulan Desember, emas batangan membatasi kenaikan kuartalan terbesar sejak Maret 2017, Dan setelah reli itu, indeks kekuatan relatif 14-hari jauh di atas 70, level yang dapat menunjukkan mundurnya sejumlah investor. Sementara Presiden Donald Trump mengundang para pemimpin kongres dari kedua belah pihak ke pengarahan Gedung Putih pada hari Rabu, menawarkan kesempatan untuk memecahkan kebuntuan, penghindaran risiko tetap ada ketika indikator pertumbuhan goyah di bagian lain dunia. Di Tiongkok, Caixin Media dan IHS Markit PMI turun ke 49,7, terendah sejak Mei 2017, mengkonfirmasikan tren yang terlihat di PMI resmi pada hari Senin. Angka di bawah 50 menandakan kontraksi. Ada sentakan lain karena angka-angka menunjukkan pertumbuhan Singapura melambat menjadi 1,6 persen tahunan pada kuartal terakhir 2018. Itu di bawah perkiraan median untuk ekspansi 3,6 persen. Sebagai salah satu negara Asia yang paling bergantung pada ekspor, prospek Singapura mungkin terkait dengan global. Perdagangan dan pertumbuhan. Dalam logam mulia lainnya, perak kehilangan 0,5 persen, platinum turun 0,1 persen, sementara paladium bertambah 0,3 persen setelah mencapai rekor bulan lalu.

Harga Minyak Turun Di Hari Perdagangan Pertama 2019 Karena Pasokan Melonjak, Ekonomi Tiongkok Melambat

Harga minyak turun pada hari Rabu di Asia di tengah melonjaknya output AS dan data China yang lemah. Minyak Mentah WTI Futures untuk pengiriman Februari diperdagangkan 2,1% lebih rendah menjadi $ 44,84 per barel pada 01:22 ET (06:22 GMT) di New York Mercantile Exchange, sementara Brent Oil Futures untuk pengiriman Maret turun 1,9% menjadi $ 53,11 per barel di London Pertukaran Antarbenua. WTI turun 25% pada tahun 2018, tahun pertama yang kalah sejak tahun 2015. WTI juga turun 41% dari tertinggi empat tahun hampir $ 77 per barel yang dicapai pada awal Oktober. Brent kehilangan 20% pada 2018 dan turun 39% dari tertinggi empat tahun hampir $ 87 per barel pada awal Oktober. Administrasi Informasi Energi (EIA) melaporkan pada hari Senin bahwa produksi minyak mentah AS naik ke level tertinggi sepanjang masa 11,537 juta barel per hari (bph) pada Oktober. “Jangan meremehkan produsen serpih dan industri minyak AS yang lebih luas secara umum. Terlalu sering tahun ini pasar mendorong cerita … kemacetan (pipa, kru frack, pengemudi truk, dll.), Namun produksi minyak AS akan tumbuh oleh Besar-besaran 2+ juta barel per hari antara 1.1.2018 dan 1.1.2019, “kata JBC Energy. Sementara itu, aktivitas pabrik melemah pada Desember di seluruh Asia, terutama di China, data menunjukkan. Indeks Manajer Pembelian Manufaktur Caixin / Markit untuk Desember turun menjadi 49,7, dari 50,2 pada November, menandai kontraksi pertama dalam 19 bulan. Angka di bawah 50 menandakan kontraksi. Pembacaan mengkonfirmasi tren yang terlihat di PMI resmi yang dilaporkan pada hari Senin, yang menunjukkan penurunan menjadi 49,4 pada bulan Desember.

Sterling Melemah Karena Kekhawatiran Terhadap Brexit

Sterling melemah pada hari Rabu karena kekhawatiran terhadap Brexit membebani dan perusahaan bersiap untuk keberangkatan Inggris dari Uni Eropa pada bulan Maret. GBP / USD merosot 0,47% menjadi 1,2691 pada pukul 5:35 ET (10:35 GMT). Aktivitas di sektor manufaktur Inggris melonjak ke level tertinggi 6 bulan pada bulan Desember, karena perusahaan mempersiapkan ketidakpastian Brexit yang keras, kata IHS Markit dalam laporan bulanannya. Draf perjanjian Brexit Perdana Menteri Theresa May diperkirakan akan dilakukan sebelum Parlemen Inggris untuk pemungutan suara sebelum akhir Januari tetapi pertanyaan tetap mengenai apakah itu akan berlalu atau tidak. Pejabat pemerintah tetap waspada dengan kesepakatan backstop Uni Eropa atas perbatasan Irlandia Utara dan Telah meminta jaminan bahwa kesepakatan itu bersifat sementara. Euro juga turun, dengan EUR / USD menurun 0,2% menjadi 1,1438. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama, sebagian besar datar di 95,77 karena pedagang tetap berhati-hati atas perang perdagangan Sino-AS dan ketidakstabilan politik karena pemerintah AS tetap ditutup. Tweet dari Presiden AS Donald Trump pada Selasa malam menyarankan dia bisa terbuka untuk bertransaksi. “Keamanan Perbatasan dan Tembok” itu “dan Shutdown bukan tempat Nancy Pelosi ingin memulai masa jabatannya sebagai Pembicara! Mari kita buat kesepakatan ?,” kata Presiden di twitter. Dolar melemah terhadap safe-yen yen Jepang, dengan USD / JPY merosot 0,7% menjadi 108,94. Di tempat lain, NZD / USD turun 0,12% menjadi 0,6706 sementara AUD / USD turun 0,5% menjadi 0,7011.

Fokus Risiko Pindah ke AS dan Euro, Pounds Meroket

Poundsterling melesat kuat versus Dolar AS dan Euro dalam perdagangan sesi Eropa hari Senin ini (31/12), karena sorotan pelaku pasar beralih dari Brexit ke peningkatan risiko di Amerika Serikat dan Zona Euro. Pasangan mata uang GBP/USD meroket 0.60 persen ke level 1.2774, sementara EUR/GBP anjlok 0.43 persen ke kisaran 0.8969. Pemicu penguatan Poundsterling dalam tiga hari perdagangan terakhir ini adalah rilis data Mortgage Approval yang lebih baik dari ekspektasi pada minggu lalu. Namun, belum ada perkembangan positif baru dari negosiasi Brexit yang sebenarnya lebih krusial bagi pergerakan nilai tukar Poundsterling. Alih-alih makin jelas, arah perkembangan terakhir sebelum masa reses parlemen Inggris justru meningkatkan probabilitas “No-Deal Brexit” atau digelarnya referendum Brexit kedua. Dari perspektif fundamental, penguatan Poundsterling kali ini lebih disebabkan oleh masa reses parlemen yang mengakibatkan absensi kabar negatif seputar Brexit, serta pelemahan dua rival terbesarnya, Dolar AS dan Euro. Euro mulai dilanda kekhawatiran kembali, karena rilis data GDP Spanyol untuk kuartal III/2018 hanya mencapai 2.4 persen (versus ekspektasi 2.5 persen). Data inflasi Jerman yang dirilis hari Jumat lebih mengecewakan lagi, karena hanya mencapai 0.1 persen (Month-over-Month), di bawah ekspektasi kenaikan 0.3 persen. Secara terpisah data-data tersebut tidaklah signifikan. Namun, karena muncul beriringan, maka imbasnya membesar. Padahal, buletin ekonomi bank sentral Eropa sebelumnya mengungkapkan keyakinan para pengambil kebijakan bahwa outlook ekonomi dan inflasi masih baik-baik saja dan akan terus meningkat. Di belahan dunia berbeda, Dolar AS bergumul dengan imbas US Government Shutdown yang memasuki pekan kedua. Masalah Government Shutdown yang dipicu oleh perbedaan pendapat mengenai anggaran bagi pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko, masih belum menemui titik terang. Presiden AS Donald Trump bersikeras menuntut anggaran sebesar USD5.7 Miliar, sementara parlemen yang dikuasai oleh partai Demokrat terus menerus menolak memberikan anggaran lebih dari 1.3 Miliar. Selain itu, rendahnya ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve dalam tahun 2019 mendatang juga turut berkontribusi pada rendahnya minat beli Greenback di kalangan investor dan trader. Walaupun Fed telah memproyeksikan akan menaikkan suku bunga dua kali lagi, tetapi pelaku pasar meragukannya.

Dolar Melayang Dalam Perdagangan Akhir Tahun Karena Ketegangan Perdagangan

LONDON (Reuters) – Dolar secara umum stabil dalam perdagangan tipis akhir tahun pada hari Senin dengan dolar Australia menguat karena ketegangan atas sengketa perdagangan antara Amerika Serikat dan Cina memudar karena ekspektasi kemajuan dalam pembicaraan perdagangan. Dolar Australia memberikan 0,4 persen menjadi $ 0,7063 tetapi pada tahun ini turun 10 persen. Aussie telah menderita terhadap greenback tahun ini karena ketegangan antara dua ekonomi terbesar di dunia karena statusnya sebagai mata uang yang sangat korup terhadap perdagangan global. Dalam sebuah tweet yang memberikan bantuan kepada pasar keuangan, Presiden AS Donald Trump mengatakan pada hari Minggu bahwa ia memiliki “panggilan yang panjang dan sangat baik” dengan timpalannya dari China Xi Jinping dan bahwa kemungkinan kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat dan China mengalami kemajuan dengan baik. Dolar secara umum stabil di 96,43 tetapi akan ditutup tahun ini hampir 5 persen terhadap saingannya pada ketegangan perdagangan dan kenaikan suku bunga. China dan Amerika Serikat telah berperang selama tahun 2018, mengguncang pasar keuangan dunia karena aliran barang-barang bernilai ratusan miliar dolar antara dua ekonomi terbesar di dunia telah terganggu oleh tarif. Menjelang 2019, prospek dolar lebih tenang dengan meningkatnya harapan bahwa siklus kenaikan suku bunga tiga tahun di Amerika Serikat telah berakhir.Pasar saat ini memperkirakan tidak ada kenaikan suku bunga tahun depan. “Seiring dengan meningkatnya harapan kenaikan suku bunga tidak lagi, masalah akrab dari defisit kembar diperkirakan akan membebani dolar tahun depan,” kata Alvin Tan, ahli strategi mata uang di Societe Generale (PA: SOGN) di London. Dolar relatif stabil memasuki akhir tahun 2018 meskipun hasil Treasury AS turun 10-tahun. Imbal hasil obligasi Treasury AS 10-tahun berada pada 2,71 persen pada hari Senin, setelah turun hampir 30 basis poin pada bulan Desember. Euro (EUR = EBS) terakhir dikutip pada $ 1,1440, datar versus dolar. Meskipun mata uang tunggal telah naik versus dolar dalam beberapa pekan terakhir, pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Eropa tetap jauh lebih lemah dari ekspektasi Bank Sentral Eropa.Euro diatur untuk kehilangan hampir 5 persen versus dolar pada tahun 2018. Di tempat lain, sterling, yang telah terpukul tahun ini oleh Brexit kesengsaraan, naik ke level tertinggi tiga minggu dalam perdagangan yang tenang, naik 0,3 persen pada $ 1,2732 tetapi telah kehilangan lebih dari 6 persen dari nilainya terhadap dolar tahun ini.